KONSEP MUKALLAF DALAM BIDANG IBADAH DAN MUAMALAH

Abstract

Abstrak
Para ulama berpendapat bahwa pihak yang disapa oleh hukum syarak adalah siapa saja yang mempunyai ahliyah (kewenangan/kecakapan hukum). Mereka membagi al-ahliyah kepada dua jenis: ahliyah al-wuj?b (kewenangan berhak) dan ahliyah alada?(kewenangan bertindak hukum atau kewajiban). Pihak yang mempunyai ahliyah al-ada? disebut dengan mukallaf. Untuk memiliki al-ahliyah disyaratkan dengan beberapa unsur. Secara umum, mereka berpendapat bahwa syarat mukallaf itu terdiri atas: al-b?ligh, al-aql dan al-Isl?m. Syarat-syarat tersebut terlihat diberlakukan sama oleh para ulama pada ibadah dan muamalah. Namun, apabila dilihat dari petunjuk nash dan juga praktek masyarakat terdapat syarat-syarat lain pada bidang muamalah, selain tiga syarat yang telah disebutkan, yaitu al-rusyd. Artinya, dalam bidang muamalah selain tiga syarat yang berlaku dalam bidang ibadah terdapat satu syarat lagi, yaitu al-rusyd. Syarat ini dapat diartikan dengan kecerdasan seorang mukallaf dalam melakukan suatu transaksi, di mana perbuatan tersebut sesuai dengan norma-norma kebaikan, baik norma itu dikandung dalam nash atau norma itu terdapat dalam tradisi masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa syarat mukallaf dalam bidang ibadah dan muamalah tidak sama. Praktek masyarakat menunjukkan persyaratan mukallaf telah bergeser dari konsepsi yang dikemukakan ulama dahulu.